Ilmu Feng-Shui
berasal dari kebudayaan Tionghoa dan pertama kali muncul di daratan Cina
sekitar 2000 tahun yang lalu. Ilmu ini merupakan suatu ilmu yang membahas
mengenai tata letak tanah pada bangunan yang nantinya akan berpengaruh terhadap
hubungan keharmonisan antara manusia dengan alam. Ilmu Feng-Shui ini
berdasarkan sejarah digambarkan sebagai unsur-unsur alam yakni angin (Feng) dan
air (Shui), dan seperti yang telah ketahui bahwa kedua unsur alam tersebut
sangatlah penting dalam kehidupan manusia.
Adanya penggambaran
mengenai pemukiman yang ideal menurut masyarakat tradisional Tionghoa yang
banyak digambarkan dalam naskah-naskah kuno dimana tergambar sebagai suatu
kampung terasing, yang terlindungi oleh perbukitan, berada dilingkungan sungai
yang mengalir dengan lembut, serta terdapat pengairan sawah yang luas membuat
terciptanya ilmu Feng-Shui ini. Dimana dalam rangka untuk mengusahakan
realisasi mengenai bayangan imaji mereka masyarakat tradisional Tionghoa
kemudian mencari dan menciptakan media yang dapat membatu mereka untuk mencapai
impiannya, dari upaya tersebut kemudian muncullah berbagai konsep dari hasil
perenungan yang kemudian terkumpul dalam teori Feng-Shui.
Walaupun merupakan
tradisi kuno, namun ilmu ini masih tetap lestari dan digunakan hingga masa
sekarang, bukan hanya oleh masyarakat Tionghoa (Cina) namun juga masyarakat di
seluruh dunia salah satunya Indonesia. Dimana contohnya adalah terdapat
beberapa bangunan di Indonesia yang menerapkan ilmu Feng-Shui ini pada
arsitektur bangunannya, seperti Kelenteng, Ruko, bahkan sampai rumah sakit.
Selain itu adapun budaya di Bali yang dinilai mirip dengan ilmu Feng-Shui.
Perlu ditekankan bahwa Feng-Shui
bukanlah aliran kepercayaan dan tidak perlu disakralkan seperti dalam upacara
kepercayaan atau sembahyang. Ilmu ini cukup diterima saja sebagai suatu media
yang dapat menyeimbangkan struktur alam di sekeliling kehidupan manusia (rumah)
yang dinilai sudah terlanjur kacau. Feng-Shui dinilai sebagai penyingkap
tabir buramnya kehidupan yang dinilai ruwet dikarenakan adanya penelantaran
harmonisasi di alam sekitar. Karena hal inipula Feng-Shui menjadi lebih
mudah diterima oleh masyarakat di luar kalangan komunitas Tionghoa. Sekali lagi
Feng-Shui bukanlah aliran kepercayaan atau bahkan agama. Namun Ilmu ini
hanyalah solusi yang hadir di tengah-tengah kerumitan yang ada, yang mau tak
mau harus dilakukan untuk menuju taraf hidup yang diidam-idamkan.
Namun dibalik itu semua
dapat disimpulkan bahwa terdapat kelemahan dari penerapan ilmu Feng-Shui
ini. Dimana selama ini sintesis mengenai Feng-Shui lebih terpaku
terhadap formula dan aturan-aturan yang terdapat pada teori daripada terhadap
bentuk, karena hal tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap hasil akhir
desain hunian yang akan cenderung mengabaikan faktor kenyamanan pengguna
hunian. Kerapkali penerapn konsep ini yang lebih terpaku kepada angka dan
simbol membuat kenyamanan justru dinomor terakhirkan. Ketika menerapkan teori
kompas para praktisi Feng-Shui seringkali mengabaikan bentuk desain
akhir yang kemudian akan berimbas
langsung ke penggunanya, sebagai contoh penempatan arah hadap pintu masuk utama
yang dibuat tak sejajar dengan jalan di depannya, walaupun menurut formula ilmu
Feng-Shui dinilai benar namun pada hasilnya hunian akan dinilai aneh
karena bisa saja pintu utama justru menghadap ke dinding pembatas rumah
tetangga. Karena hal tersebut makan ketika akan mengaplikasikan ilmu Feng-Shui
pada sebuah hunian maka diperlukan penerapan Feng-Shui secara
proposional. Artinya ketika akan menerapkan ilmu ini dalam arsitektur hunian
harus pula di perhatikan bentuk dan kondisi lingkungan secara tepat agar hunian
bisa benar-benar menciptakan kenyamanan bagi para penghuninya nanti.
Sumber Referensi:
Darmyanti, T. E., & Sondang, S. S. (2015). Pendekatan
Feng Shui dengan metode Ba Zi pada desain interior. Waca Cipta Ruang, 1(2),
125-135.
Daryanto, D. (2013). Pendekatan Fengshui dan Ilmu Jawa Kuno
dalam Arsitektur. ComTech: Computer, Mathematics and Engineering
Applications, 4(2), 874-881.
Hakim, T. R., & Siregar, F. O. (2011). FENG SHUI DALAM
ARSITEKTUR. Media Matrasain, 8(3).
Kustedja, S., Sudikno, A., & Salura, P. (2012).
Feng-shui: Elemen Budaya Tionghoa Tradisional. Melintas, 28(1),
61-89.
Mariana, D. (2015). Penerapan Formula Feng Shui Dengan
Pertimbangan Form Dalam Bangunan Dan Lingkungan Binaan. Gadjah Mada University.
Trendyanitra. (2019). Analisa Kesesuaian Prinsip Feng Shui
dan Arsitektur pada Rancangan Bangunan. Laporan Akhir Seminar Arsitektur, 1-71.
Komentar
Posting Komentar