Penulis: Agus Widi
Editor: Raihan Risang A. P.
Jika kalangan atas mempunyai societiet de harmonie sebagai tempat sarana hiburan, masyarakat menengah ke bawah juga mempunyai sarana hiburan tersendiri. Yakni hiburan jalanan seperti festival atau perayaan hari besar keagamaan. Misalnya dalam agama Islam terdapat hari raya lebaran, Isra’ Mi’raj dan Maulid Nabi, kemudian hari raya China seperti Capgomeh yang mempunyai daya tarik hiburan serta menjadi salah satu agenda besar di Batavia.
Dalam penyambutan perayaan setiap tahunnya masyarakat selalu antusias. Melihat hal tersebut, pemerintah Hindia Belanda tertarik untuk mengadakan acara hiburan bagi masyarakat Batavia tanpa harus ada embel-embel suku maupun agama dalam acara tersebut.
Oleh karena itu, kemudian pemerintah mempunyai gagasan untuk membuat suatu hiburan yang dapat dijangkau oleh seluruh kalangan masyarakat Batavia. Adalah pasar malam yang kemudian dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada mulanya, pasar malam ini diadakan dalam rangka perayaan penobatan Ratu Wilhelmina sebagai Ratu Belanda pada tahun 1898 yang diadakan secara mewah.
Pesta penobatan Ratu Wilhelmina diadakan di Weltevreden (kini kawasan Gambir/lapangan banteng) tepatnya di Koningsplein atau depan Istana Negara sekarang. Pada tahun-tahun berikutnya, pengadaan pesta rakyat ini dilakukan setiap menjelang hari ulang tahun Ratu Wilhelmina tepatnya tanggal 31 Agustus. Acara tersebut diselenggarakan setiap minggu terakhir bulan Agustus hingga minggu kedua bulan September. Tidak sedikit yang kemudian beranggapan bahwa pasar malam dan pesta besar yang dilakukan di Batavia ini merupakan cikal lahirnya Pasar Gambir kelak.
Dari sumber lain mengatakan bahwa Pasar Gambir bermula dari sebuah tentoonstelling (pameran) etnografi dan kerajinan tangan yang diadakan pada 1853 di Batavia. Kemudian diteruskan di Koningsplein yang dikenal dengan lapangan Gambir. Selanjutnya pada tahun 1865 di Batavia terdapat tentoonstelling (pameran), yang mana disebutkan oleh salah satu keluarga Pura Mangkunegara bahwa tentoonstelling ini merupakan ajang pameran barang-barang dagang serta hiburan baik lokal maupun internasional. Barang-barang tersebut datang dari berbagai daerah karesidenan dan juga dari luar Hindia Belanda yang ikut perpartisispasi dalam acara ini.
Asal nama Gambir sendiri diambil dari tempat diselenggarakan acara tahunan ini, yaitu di Kawasan Gambir. masyarakat sekitar menyebut demikian karena kawasan ini banyak ditumbuhi pohon gambir yang terdapat di sana. Beberapa sumber menyebutkan bahwa gambir diambil dari nama seorang Letnan yang ditugasi oleh Daendels untuk membuka jalan meluaskan Batavia hingga ke Selatan, Letnan Gambier.
Kemeriahan Acara
Untuk menunjang terlaksananya acara penghormatan terhadap Ratu Belanda, Kota Batavia diubah menjadi tempat yang ramai dengan hiburan-hiburan, lalu pelabuhan dan kapal-kapal di Tanjuk Priok diterangi lampu-lampu. Jalan-jalan di Batavia dihiasi dengan bendera merah-putih-biru milik Belanda yang membuat acara tersebut semakin meriah. Pasar malam ini ditata sedemikian rupa dengan paviliun-paviliun megah yang mrnggambarkan budaya berbagai bangsa di tanah Hindia. Tidak hanya itu, pesta kembang api yang meriah adalah salah satu hal yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat Batavia.
Sebagaimana dalam tulisan Tio Tek Hong yang dimuat di buku Batavia: Kisah Jakarta Tempo Doeloe, ia datang ke arena Pasar Gambir untuk menonton pesta kembang api. Pesta kembang api ini biasanya dilakukan ketika penutupan Pasar Gambir. Seperti dalam pekan raya atau pasar malam di Semarang, diadakan pula pesta kembang api yang dinyalakan pada sabtu malam pukul 7 malam.
Kegiatan tersebut ternyata mampu menarik perhatian masyarakat untuk terlibat dalam menikmati pesta besar yang diadakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Kurang lebih sama dengan pasar malam sekarang, berbagai hiburan menarik masyarakat, hiburan yang tersedia seperti pertunjukan komedi, stan-stan jajanan hingga pertunjukan kembang api. Tidak hanya itu, permainan seperti panjat-panjatan yang hampir mirip dengan panjat pinang, permainan olahraga bola kasti, layang-layang dan sepak bola pun tersedia di arena ini.
Selain sebagai sarana rekreasi bagi masyarakat Batavia, adanya pasar ini digunakan untuk meningkatkan perekonomian kota Batavia. Salah satunya dengan mengadakan promosi barang-barang industri, sekaligus untuk memamerkan berbagai teknologi yang berkembang ketika itu. Seni pertunjukan musik atau tari dari berbagai belahan dunia turut mengiringi jalannya acara ini.
Produkb budaya lokal juga tidak ketinggalan unjuk diri. Berbagai hasil seni dan budaya dipamerkan dan diperkenalkan kepada pengunjung yang berasal dari berbagai latar belakang budaya. Mulai dari budaya Eropa, Tionghoa, dan bahkan dari masyarakat lokal bumiputera turut ambil bagian di dalamnya. Menariknya, pertunjukan pentas budaya local bumiputera ini menjadi pertunjukan harian yang banyak mengundang penonton.
Masa Suram
Dalam skripsi yang berjudul Pasar Gambir 1906-1942: Arena Ekonomi dan Rekreasi Masyarakat Kota Batavia karya Retno Galuh, menyebutkan bahwa pasar ini sempat ditutup pada tahun 1907 hingga 1920. Hal ini dikarenakan adanya pertimbangan dari pemerintah Hindia Belanda terkhusus Geemente Batavia yang sedang mengalami kesulitan finansial untuk mengadakan pasar tahunan. Karena untuk mengadakan acara yang bisa dibilang besar ini memerlukan biaya yang tidak sedikit, terlebih lagi pada saat itu keadaan kas negara belum cukup untuk memenuhi biaya keperluan pasar tahunan.
Setelah melewati masa suram tersebut dan kiranya dapat menghidupkan kembali Pasar Gambir, maka pada 1918 mulai dibicarakan untuk membahas kelanjutan dari Pasar Gambir. Untuk itu kemudian dibentuklah panitia dan komite yang bertugas mengelolanya Pasar Gambir. Setelah berbagai persiapan dan perencanaan dirasa matang, baru pada 1921 Pasar Gambir diselenggarakan lagi setelah beberapa tahun tidak ada.
Di tahun 1921, Pasar Gambir berubah menjadi lebih modern daripada sebelumnya.
Dalamp penyelenggaraannya terjadi perubahan yang signifikan. Jumlah stand, macam acara hiburan dan makanan juga bertambah sehingga lebih beraneka ragam. Karena perubahan tersebut, beberapa media kala itu menganggap bahwa penyelenggaraan Pasar Gambir di tahun 1921 adalah kali pertama. Padalah jika kita melihat kebelakang lagi, pasar ini sudah rutin digelar sejak tahun 1904.
Dalam perkembangannya, pasar malam ini selalu menjadi acara tahunan akbar yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Batavia dari berbagai kalangan usia, baik perempuan maupun laki-laki, orang asing maupun orang lokal. Keberlangsungan dari Pasar Gambir ini rutin diselenggarakan tiap tahunnya hingga 1942 sebelum kedatangan pasukan Jepang yang menduduki Hindia Belanda.
Editor: Raihan Risang A. P.
Suasana Pasar Gambir jaman dahulu. (Illustrasi oleh Muhammad Lazuardi) |
Dalam penyambutan perayaan setiap tahunnya masyarakat selalu antusias. Melihat hal tersebut, pemerintah Hindia Belanda tertarik untuk mengadakan acara hiburan bagi masyarakat Batavia tanpa harus ada embel-embel suku maupun agama dalam acara tersebut.
Oleh karena itu, kemudian pemerintah mempunyai gagasan untuk membuat suatu hiburan yang dapat dijangkau oleh seluruh kalangan masyarakat Batavia. Adalah pasar malam yang kemudian dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada mulanya, pasar malam ini diadakan dalam rangka perayaan penobatan Ratu Wilhelmina sebagai Ratu Belanda pada tahun 1898 yang diadakan secara mewah.
Pesta penobatan Ratu Wilhelmina diadakan di Weltevreden (kini kawasan Gambir/lapangan banteng) tepatnya di Koningsplein atau depan Istana Negara sekarang. Pada tahun-tahun berikutnya, pengadaan pesta rakyat ini dilakukan setiap menjelang hari ulang tahun Ratu Wilhelmina tepatnya tanggal 31 Agustus. Acara tersebut diselenggarakan setiap minggu terakhir bulan Agustus hingga minggu kedua bulan September. Tidak sedikit yang kemudian beranggapan bahwa pasar malam dan pesta besar yang dilakukan di Batavia ini merupakan cikal lahirnya Pasar Gambir kelak.
Dari sumber lain mengatakan bahwa Pasar Gambir bermula dari sebuah tentoonstelling (pameran) etnografi dan kerajinan tangan yang diadakan pada 1853 di Batavia. Kemudian diteruskan di Koningsplein yang dikenal dengan lapangan Gambir. Selanjutnya pada tahun 1865 di Batavia terdapat tentoonstelling (pameran), yang mana disebutkan oleh salah satu keluarga Pura Mangkunegara bahwa tentoonstelling ini merupakan ajang pameran barang-barang dagang serta hiburan baik lokal maupun internasional. Barang-barang tersebut datang dari berbagai daerah karesidenan dan juga dari luar Hindia Belanda yang ikut perpartisispasi dalam acara ini.
Asal nama Gambir sendiri diambil dari tempat diselenggarakan acara tahunan ini, yaitu di Kawasan Gambir. masyarakat sekitar menyebut demikian karena kawasan ini banyak ditumbuhi pohon gambir yang terdapat di sana. Beberapa sumber menyebutkan bahwa gambir diambil dari nama seorang Letnan yang ditugasi oleh Daendels untuk membuka jalan meluaskan Batavia hingga ke Selatan, Letnan Gambier.
Kemeriahan Acara
Untuk menunjang terlaksananya acara penghormatan terhadap Ratu Belanda, Kota Batavia diubah menjadi tempat yang ramai dengan hiburan-hiburan, lalu pelabuhan dan kapal-kapal di Tanjuk Priok diterangi lampu-lampu. Jalan-jalan di Batavia dihiasi dengan bendera merah-putih-biru milik Belanda yang membuat acara tersebut semakin meriah. Pasar malam ini ditata sedemikian rupa dengan paviliun-paviliun megah yang mrnggambarkan budaya berbagai bangsa di tanah Hindia. Tidak hanya itu, pesta kembang api yang meriah adalah salah satu hal yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat Batavia.
Sebagaimana dalam tulisan Tio Tek Hong yang dimuat di buku Batavia: Kisah Jakarta Tempo Doeloe, ia datang ke arena Pasar Gambir untuk menonton pesta kembang api. Pesta kembang api ini biasanya dilakukan ketika penutupan Pasar Gambir. Seperti dalam pekan raya atau pasar malam di Semarang, diadakan pula pesta kembang api yang dinyalakan pada sabtu malam pukul 7 malam.
Kegiatan tersebut ternyata mampu menarik perhatian masyarakat untuk terlibat dalam menikmati pesta besar yang diadakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Kurang lebih sama dengan pasar malam sekarang, berbagai hiburan menarik masyarakat, hiburan yang tersedia seperti pertunjukan komedi, stan-stan jajanan hingga pertunjukan kembang api. Tidak hanya itu, permainan seperti panjat-panjatan yang hampir mirip dengan panjat pinang, permainan olahraga bola kasti, layang-layang dan sepak bola pun tersedia di arena ini.
Selain sebagai sarana rekreasi bagi masyarakat Batavia, adanya pasar ini digunakan untuk meningkatkan perekonomian kota Batavia. Salah satunya dengan mengadakan promosi barang-barang industri, sekaligus untuk memamerkan berbagai teknologi yang berkembang ketika itu. Seni pertunjukan musik atau tari dari berbagai belahan dunia turut mengiringi jalannya acara ini.
Produkb budaya lokal juga tidak ketinggalan unjuk diri. Berbagai hasil seni dan budaya dipamerkan dan diperkenalkan kepada pengunjung yang berasal dari berbagai latar belakang budaya. Mulai dari budaya Eropa, Tionghoa, dan bahkan dari masyarakat lokal bumiputera turut ambil bagian di dalamnya. Menariknya, pertunjukan pentas budaya local bumiputera ini menjadi pertunjukan harian yang banyak mengundang penonton.
Masa Suram
Dalam skripsi yang berjudul Pasar Gambir 1906-1942: Arena Ekonomi dan Rekreasi Masyarakat Kota Batavia karya Retno Galuh, menyebutkan bahwa pasar ini sempat ditutup pada tahun 1907 hingga 1920. Hal ini dikarenakan adanya pertimbangan dari pemerintah Hindia Belanda terkhusus Geemente Batavia yang sedang mengalami kesulitan finansial untuk mengadakan pasar tahunan. Karena untuk mengadakan acara yang bisa dibilang besar ini memerlukan biaya yang tidak sedikit, terlebih lagi pada saat itu keadaan kas negara belum cukup untuk memenuhi biaya keperluan pasar tahunan.
Setelah melewati masa suram tersebut dan kiranya dapat menghidupkan kembali Pasar Gambir, maka pada 1918 mulai dibicarakan untuk membahas kelanjutan dari Pasar Gambir. Untuk itu kemudian dibentuklah panitia dan komite yang bertugas mengelolanya Pasar Gambir. Setelah berbagai persiapan dan perencanaan dirasa matang, baru pada 1921 Pasar Gambir diselenggarakan lagi setelah beberapa tahun tidak ada.
Di tahun 1921, Pasar Gambir berubah menjadi lebih modern daripada sebelumnya.
Dalamp penyelenggaraannya terjadi perubahan yang signifikan. Jumlah stand, macam acara hiburan dan makanan juga bertambah sehingga lebih beraneka ragam. Karena perubahan tersebut, beberapa media kala itu menganggap bahwa penyelenggaraan Pasar Gambir di tahun 1921 adalah kali pertama. Padalah jika kita melihat kebelakang lagi, pasar ini sudah rutin digelar sejak tahun 1904.
Dalam perkembangannya, pasar malam ini selalu menjadi acara tahunan akbar yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Batavia dari berbagai kalangan usia, baik perempuan maupun laki-laki, orang asing maupun orang lokal. Keberlangsungan dari Pasar Gambir ini rutin diselenggarakan tiap tahunnya hingga 1942 sebelum kedatangan pasukan Jepang yang menduduki Hindia Belanda.
Komentar
Posting Komentar