ESKISTENSI TARI
LENGGER DIENG
Oleh: Mukodah
Dieng
Plateau tidak hanya terkenal dengan pemandangan alamnya saja yang meliputi:
bangunan candi, kawah, gunung yang menjulang tinggi, udara dinginnya, dan telaga.
Akan tetapi, juga kebudayaannya seperti ruwatan rambut gimbal, dan seni tari
Lengger atau tari topeng. Jenis tarian ini, sudah berusia hampir ratusan tahun
dan hingga kini masih tetap di pentaskan meskipun sudah banyak kesenian modern
terutama dari bidang seni tari. Dengan khas yang dimiliki yakni, musiknya yang
lembut dan diiringi gamelan, serta alat musik lainnya.
Disisi lain, Lengger sendiri berasal dari singkatan
kata “Eling yo ngger” yang artinya adalah “Ingat ya Nak”. Ada juga yang
menyebutkan bahwa kata lengger yakni dari kata “le” yang artinya anak laki-laki
dan “ger” yang berarti “geger” atau ramai. Hal tersebut dikarenakan banyaknya
anak laki-laki yang menyaksikan pertunjukan tari ini. Dahulu seni tari Lengger
dikonoktasikan negatif, karena dianggap terlalu erotis dan juga banyak pemuda
yang mabuk saat pementasan berlangsung. Namun, Sunan Kalijaga berhasil mengubah
seni tari ini sebagai salah satu sarana dakwahnya. Tari
Lengger sudah ada sejak Kerajaan
Kediri di masa Prabu Wijaya yang disebut ronggeng. Tarian ini
bercerita tentang kisah asmara Putri Sekar Taji yang merupakan Putri
Prabu Wijaya dengan Panji Asmoro Bangun. Prabu Wijaya kehilangan anaknya, yakni
Putri Sekar Taji yang melarikan diri karena menolak dijodohkan oleh ayahnya
dengan Prabu Klono. Kemudian Prabu Wijaya mengadakan sayembara, bagi siapa saja
yang berhasil menemukan putrinya maka akan dijadikan sebagai menantu apabila ia
seorang pria, dan apabila ia seorang wanita maka akan diangkat sebagai putri. Dalam
sayembara tersebut, Panji Asmoro Bangun berhasil menemukan Putri Sekar Taji. Akan
tetapi pada saat itu, pasukan Prabu Klono sudah mengikuti Panji Asmoro Bangun
dan terjadilah pertikaian antara Panji dan Pasukan Prabu Klono. Pertikaian itu
dimenangkan oleh Panji Asmoro dan akhirnya merekapun menikah sesuai dengan
janji Prabu Wijaya.
Pertunjukan Tari
Lengger diiringi dengan alunan lembut gamelan Jawa. Tarian ini dibawakan oleh
sekelompok penari yang terdiri dari pria dan wanita yang berpasang-pasangan. Pakaian yang mereka kenakan, yakni
wanita menegenakan kain jarit (kain panjang bercorak batik), selendang, kemben,
mahkota, dan pastinya megenakan riasan muka yang membuatnya terlihat sangat
cantik. Untuk penari pria hanya mengenakan kain jarit sepanjang paha dan
memakai sumping di kepalanya. Kedua penari sama-sama mengenakan topeng
berwarna merah, kuning dan hijau. Topeng tersebut menggambarkan setiap tokoh
yang mereka bawakan.
Yang unik
dari Tari Lengger adalah saat penarinya mengalami kerasukan atau biasanya
disebut dengan “mendem”. Pada saat itulah para penari dalam keadaan tidak
sadar, hingga bertingkah aneh yang
terkadang tidak bisa ditangkap akal manusia. Terkadang penari pun memakan kaca,
menginjak bara api, dan hal lain yang di luar nalar. Saat ini lengger hanya
dipentaskan dalam acara besar seperti ruwatan rambut gimbal, syukuran desa.
Tari Lengger
sekarang sudah mulai jarang diminati oleh kaum muda yang kebanyakan lebih
menyukai tarian modern. Sebagai bangsa yang kaya akan budaya sudah sepatutnya
kita ikut melestarikan, meskipun kita tidak harus menjadi bagian dari penari
Lengger, dengan kita mau mengakui adanya budaya tersebut maka kita sudah ikut
serta melestarikan kebudayaan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang
mampu mempertahankan identitasnya dan menjaga kebudayaan yang sudah ada sejak
lama.
Perlu
digalakan pelestarian Tari Lengger, selain nilai budayanya Tari Lengger juga
berada di kawasan wisata Dieng, yang akan lebih dikenal apabila sering diadakan
pertunjukkan untuk manarik wisatawan salah satunya diadakannya Dieng Culture
Festival yang dimana terdapat pertunjukan tari tersebut. Tari Lengger Dieng
merupakan salah satu warisan budaya yang sangat unik dan menarik. Bukan hanya
masyarakat setempat yang patut melestarikannya namun semua masyarakat Indonesia
pada umumnya. Tari Lengger Dieng tidak hanya menjadi kebudayaan daerah namun
juga menjadi kebuduayaan bangsa. Kedepanya perlu
dipikirkan agar generasi penerus kesenian lengger tetap eksis dalam menghadapi
perkembangan zaman. Jangan sampai anak cucu kita hanya mengetahui nama Tari
Lengger saja namun tidak mengetahui wujud dari tarian tersebut.
Komentar
Posting Komentar